safarila.blogspot.com

WELCOME TO MY BLOG

SAFARILA.BLOGSPOT.COM
` Education
` Entertainment
- Tourism
` Culinary
` Knowledge of other General

Total Tayangan Halaman

Label


Lihat Kartu Ucapan Lainnya (KapanLagi.com)

Lihat Kartu Ucapan Lainnya (KapanLagi.com)

Lee Min Ho, dkk

Lee Min Ho, dkk
Boys Before Flowers

Senin, 28 Desember 2009

PEMANASAN LAUT

BAB I
PENDAHULUAN

Tidak semua ilmuwan setuju tentang keadaan dan akibat dari pemanasan global. Beberapa pengamat masih mempertanyakan apakah temperatur benar-benar meningkat. Yang lainnya mengakui perubahan yang telah terjadi tetapi tetap membantah bahwa masih terlalu dini untuk membuat prediksi tentang keadaan di masa depan. Kritikan seperti ini juga dapat membantah bukti-bukti yang menunjukkan kontribusi manusia terhadap pemanasan global dengan berargumen bahwa siklus alami dapat juga meningkatkan temperatur. Mereka juga menunjukkan fakta-fakta bahwa pemanasan berkelanjutan dapat menguntungkan di beberapa daerah.
Para ilmuwan yang mempertanyakan pemanasan global cenderung menunjukkan tiga perbedaan yang masih dipertanyakan antara prediksi model pemanasan global dengan perilaku sebenarnya yang terjadi pada iklim. Pertama, pemanasan cenderung berhenti selama tiga dekade pada pertengahan abad ke-20; bahkan ada masa pendinginan sebelum naik kembali pada tahun 1970-an. Kedua, jumlah total pemanasan selama abad ke-20 hanya separuh dari yang diprediksi oleh model. Ketiga, troposfer, lapisan atmosfer terendah, tidak memanas secepat prediksi model. Akan tetapi, pendukung adanya pemanasan global yakin dapat menjawab dua dari tiga pertanyaan tersebut.

BAB II
PEMANASAN LAUT

2.1. Pengertian.
Pemanasan laut adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi.
Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia" melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.
Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.
Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.

2.2. Pemanasan Laut Picu Penyusutan Es di Samudra Kutub Utara
Sekelompok peneliti, mengatakan penyusutan drastis lapisan es di Samudra Kutub Utara dari 1997 sampai 1998, dipicu oleh oleh arus air hangat ke daerah itu dari Samudra Pasifik, bukan akibat dampak atmosfir sebagaimana diperkirakan sebelumnya.
Para ilmuwan mulanya percaya bahwa perubahan dalam pembagian tekanan atmosfir mendorong makin banyak lapisan es ke Samudra Kutub Utara, tapi yang lain mempertanyakan teori tersebut karena lapisan es tak pernah bertambah bahkan setelah pembagian atmosfir mengalami perubahan sejak itu.
Kelompok tersebut menyatakan temperatur air di Samudra Kutub Utara di pantai Alaska utara naik sekitar 4 derajat Celsius dari tahun sebelumnya, selama priode Agustus-Desember 1997, sekitar masa yang sama dengan ketika lapisan es menyusut drastis. Air dari Samudra Pasifik memanas di bagian timur Laut Bering, akibat terjadinya fenomena El Nino saat itu, kata kelompok tersebut.
Kelompok itu menyimpulkan, bahwa arus air hangat tersebut merupakan penyebab penyusutan lapisan es karena itu hanya menjadi bukti di daerah tempat air laut yang hangat mengalir masuk.
Segera setelah lapisan es menyusut, peristiwa tersebut akan menambah kuat arus laut yang membawa air hangat Pasifik ke bagian tengah Semudra Kutub Utara, sehingga memperpanjang keadaan yang menambah sulit pembentukan lapisan es. Karena itu lah, jumlah lapisan es belum pulih sampai sekarang, kata kelompok tersebut.
"Selama lapisan es tak pulih, keadaan itu akan mengubah pembagian tekanan atmosfir di atasnya, dan takkan membawa udara dingin bahkan pada musim dingin, kejadian yang mungkin berdampak pada cuaca di Jepang," kata Shimada.

2.3. Penyebab Pemanasan Laut (Global).
a. Efek rumah kaca.
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.
Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya.
b. Efek umpan balik.
Anasir penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat). Umpan balik ini hanya berdampak secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer.
Efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es. Ketika temperatur global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air dibawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.
Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif.
Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.

2.4. Mengukur Pemanasan Laut (Global).

Hasil pengukuran konsentrasi CO2 di Mauna Loa
Pada awal 1896, para ilmuan beranggapan bahwa membakar bahan bakar fosil akan mengubah komposisi atmosfer dan dapat meningkatkan temperatur rata-rata global. Hipotesis ini dikonfirmasi tahun 1957 ketika para peneliti yang bekerja pada program penelitian global yaitu International Geophysical Year, mengambil sampel atmosfer dari puncak gunung Mauna Loa di Hawai.
Hasil pengukurannya menunjukkan terjadi peningkatan konsentrasi karbon dioksida di atmosfer. Setelah itu, komposisi dari atmosfer terus diukur dengan cermat. Data-data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa memang terjadi peningkatan konsentrasi dari gas-gas rumah kaca di atmosfer.
Para ilmuan juga telah lama menduga bahwa iklim global semakin menghangat, tetapi mereka tidak mampu memberikan bukti-bukti yang tepat. Temperatur terus bervariasi dari waktu ke waktu dan dari lokasi yang satu ke lokasi lainnya. Perlu bertahun-tahun pengamatan iklim untuk memperoleh data-data yang menunjukkan suatu kecenderungan (trend) yang jelas. Catatan pada akhir 1980-an agak memperlihatkan kecenderungan penghangatan ini, akan tetapi data statistik ini hanya sedikit dan tidak dapat dipercaya.
2.5. Dampak Pemanasan Laut (Global).
Para ilmuan menggunakan model komputer dari temperatur, pola presipitasi, dan sirkulasi atmosfer untuk mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model tersebut, para ilmuan telah membuat beberapa prakiraan mengenai dampak pemanasan global terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian, kehidupan hewan liar dan kesehatan manusia.

2.6. Peningkatan Permukaan Laut.

Perubahan tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah dengan lingkungan yang stabil secara geologi.
Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 - 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 - 88 cm (4 - 35 inchi) pada abad ke-21.
Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai.
Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian besar dari Florida Everglades.

2.7. Pemanasan Global Rusak Jaringan Makanan Di Laut
Pemanasan global menaikkan tingkat "keasaman samudra" dan merusak sebagian organisme hidup paling penting dalam jaringan makanan di laut, demikian peringatan beberapa ilmuwan AS.
Lautan di dunia sekarang menyerap jutaan ton gas pemanasan global setiap tahun, sehingga membantu memperlambat langkah perubahan iklim, tapi manfaat itu kini jauh tertekan oleh perubahan ekstrem yang merusak dalam susunan kimia air akibat pemanasan global, demikian antara lain isi dua studi yang disiarkan di dalam jurnal Science di Los Angeles.
"Meskipun perubahan tersebut menakutkan, hampir tidak mungkin untuk meramalkan bagaimana peningkatan keasaman yang tak pernah terjadi sebelumnya ini akan mempengaruhi seluruh ekosistem," kata Ken Caldeira, ahli atmosfir dari Departmen of Global Ecology di Carnegie Institute, Stanford.
Kemudian, saat gas itu bercampur dengan air laut, gas tersebut berubah jadi karbon asid, dan ketika keasaman air menjadi cukup kuat, itu dapat melarutkan sel-sel kalsium karbonat dari banyak hewan paling penting di laut.
Asam itu dapat membahayakan semua jenis hewan laut, dari kerang plankton mikroskopik hingga paruh cumi-cumi raksasa.
Beberapa ilmuwan sudah melaporkan kerusakan parah yang diakibatkan oleh keamanan air laut pada karang, baik karang laut dangkal di daerah tropis hingga karang laut dalam yang tak banyak diketahui di samudra udara --yang juga memerlukan kalsium karbonat untuk membangun rumah kerangka tulangnya.

2.8. Pemanasan Laut Merusak Terumbu Karang.
Suhu Laut Karibia telah mencapai titik tertinggi tahunannya dua bulan sebelum waktunya - sebuah sinyal terumbu karang kemungkinan mengalami gangguan akibat meluasnya kerusakan yang sama tahun lalu.
Peneliti khawatir musim panas lainnya dapat mengganggu terumbu karang yang sedang merecover dirinya dari tahun lalu, ketika lebih dari 40 persen terumbu karang mati dalam pemanasan yang abnormal sekitar Pulau Virgin, AS.
Suhu lautan yang tinggi akan membuat terumbu karang stress, dan mendorong kematian dini. Kalangan ilmuwan sendiri tidak mencatat apa yang ada di balik pemanasan suhu lautan itu namun beberapa diantara mereka berspekulasi bahwa hal itu disebabkan oleh kemanasan global.
Terumbu karang merupakan habitat untuk ikan, udang dan binatang lain. Mereka juga bisa berlindung dari arus laut Karibia sehingga tidak dihempaskan ke pantai. Sebuah catatan sembilan persen elkhorn coral - sangat penting bagi terumbu karang - mati tahun lalu di Kepulauan Virgin, dan kebanyakan lainnya mengalami kerusakan. Elshorn merupakan satu-satunya coral yang mengalami pertumbuhan paling cepat yaitu 8 inchi per tahun, berbeda dengan varietas lain yang kurang dari seinchi setahun.
Jutaan orang mengunjungi Karibia setiap tahunnya untuk melakukan selam di sepanjang terumbu karang, yang merupakan bagian dari industri pariwisata multi-miliar dolar.

2.9. Pemanasan Global Membuat Laut Tidak Asin Lagi
Semua orang tahu bahwa air laut tidak enak diminum langsung karena asin. Tapi tanpa kita sadari kandungan garam di lautan sebenarnya sedang menurun. Ini merupakan tanda-tanda yang bisa berakibat buruk, yang sejauh ini belum bisa diramalkan secara pasti.
Sejak akhir tahun 1960-an, sebagian besar air Samudra Atlantik Utara menjadi kurang asin. Penyebabnya adalah peningkatan jumlah air tawar yang masuk ke laut akibat pemanasan global. Kini untuk pertama kalinya para peneliti mengukur aliran air tawar yang masuk, memungkinkan mereka untuk memperkirakan efek jangka panjang terhadap lautan dunia.
Menurut para peneliti, perubahan iklim di belahan Bumi utara telah melelehkan gletser dan membawa lebih banyak hujan. Ini menyebabkan lebih banyak air tawar mengalir ke laut. Akibat langsungnya adalah kenaikan permukaan air laut dan tenggelamnya wilayah pesisir. Tetapi itu belum semua. Masih ada efek samping lainnya. "Hujan dan aliran air di wilayah tinggi telah meningkat," kata Ruth Curry dari Woods Hole Oceanographic Institution (WHOI). "Selama dekade terakhir, air tawar telah terkumpul di lapisan Laut Nordic bagian atas, terutama hingga kedalaman 1.000 meter. Ini adalah sesuatu yang harus diwaspadai."
Karena air dengan kadar garam rendah itu kurang padat, maka menambahkan air tawar ke laut bisa mempengaruhi alirannya - seperti sistem arus Atlantik yang mempertemukan air dingin dari wilayah Artik dengan air hangat dari daerah tropis.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan.
Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada.

3.2. Saran.
Dengan adanya makalah ini semoga dapat membantu mahasiswa/i dalam menyelesaikan masalah pemanasan laut serta menjaga kelestarian laut dan apapun yang ada di permukaan bumi ini.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.geografiana.com/dunia/fisik/ilmuwan-pemanasan-laut-merusak-terumbu-karang
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global
http://www.antara.co.id/arc/2008/7/5/ilmuwan-pemanasan-global-rusak-jaringan-makanan-di-laut/
http://www.geografiana.com/dunia/fisik/ilmuwan-pemanasan-laut-merusak-terumbu-karang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar