safarila.blogspot.com

WELCOME TO MY BLOG

SAFARILA.BLOGSPOT.COM
` Education
` Entertainment
- Tourism
` Culinary
` Knowledge of other General

Total Tayangan Halaman

Label


Lihat Kartu Ucapan Lainnya (KapanLagi.com)

Lihat Kartu Ucapan Lainnya (KapanLagi.com)

Lee Min Ho, dkk

Lee Min Ho, dkk
Boys Before Flowers

Minggu, 27 Desember 2009

MEMAHAMI MAKNA KEPUASAN PELANGGAN

1. MEMAHAMI MAKNA KEPUASAN PELANGGAN
Siapapun yang terlibat dalam bisnis, sudah pasti mempunyai tanggung jawab terhadap kepuasan pelanggan. Bahkan, apabila seseorang top manajemen yang tidak pernah bertemu dengan pelanggan, pelanggan akan tetap mengenal kontribusi top manajemen melalui produk yang mereka konsumsi atau jasa yang digunakan.
Kepuasan pelanggan bukanlah konsep yang baru. Diawal abad 20, sudah banyak praktisi bisnis diseluruh dunia, memahami bahwa kepuasan pelanggan adalah hal yang penting. Neiman-Marcus, misalnya, seorang pelaku bisnis dalam dunia ritel yang namanya masih sangat popular dalam industry ritel modern, mengingatkan kepada seluruh anak buahnya sell satisfaction not just merchandise.
Sampai hari ini, kepuasan pelanggan masih merupakan konsep yang sangat relevan. Logika sederhana dari para pelaku bisnis adalah bahwa apabila pelanggannya puas, pastilah akan terjadi sesuatu yang lebih baik untuk bisnis mereka dimasa mendatang. Tak perlu mereka mengerti bagaimana teori kepuasan pelanggan masih sampai hari ini didebatkan secara serius. Kepuasan pelanggan akan mempengaruhi kinerja keuangan setiap perusahaan. Titik ini logika dan pengalaman sehari-hari dalam menjalankan bisnis membuktikan hal ini.
Seseorang yang puas adalah pelanggan yang merasa mendapatkan value dari pemasok, pelayan, sistem atau sesuatu yang bersifat emosi. Kalau pelanggan mengatakan bahwa value adalah produk yang berkualitas, maka kepuasan terjadi kalau pelanggan mendapatkan produk yang berkualitas. Kalau value bagi pelanggan adalah kenyamanan, maka kepuasan akan datang apabila pelayanan yang diperoleh benar-benar nyaman. Kalau value dari pelanggan adalah harga yang murah, maka pelanggan akan puas kepada produsen yang memberikan harga yang paling kompetitif.
Pelanggan yang puas adalah pelanggan yang akan berbagi kepuasan dengan produsen atau penyedia jasa. Bahkan, pelanggan yang puas, akan berbagi rasa dan pengalaman dengan pelanggan lain. Ini akan menjadi referensi bagi perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena itu, baik pelanggan maupun produsen akan sama-sama diuntungkan apabila kepuasan terjadi. Dengan melihat hubungan ini, jelaslah bahwa kepuasan pelanggan haruslah menjadi salah satu tujuan dari setiap perusahaan.
Berdasarkan berbagai studi riset yang saya lakukan, melalui lembaga Frontier, sekitar 90% top manajemen di Indonesia percaya kepuasan pelanggan adalah hal yang penting. Bahkan, jawaban yang sama akan anda dapatkan apabila ditanyakan kepada petinggi BUMN di Indonesia. Telkom, Indosat, PLN, Pos Indonesia, Pelni, Jasindo dan BUMN yang lain, sudah melakukan berbagai program untuk meningkatkan kepuasan pelanggan akhir-akhir ini.
Kalau pentingnya kepuasan pelanggan bagi kinerja perusahaan sudah tidak banyak didebatkan lagi, justru definisi dari kepuasan pelanggan, hingga kini tak pernah mencapai kesimpulan bersama diantara para pakar akademisi yang banyak menggandrungi masalah kepuasan pelanggan.
Satisfaction adalah kata dari bahasa latin, yaitu satis yang berarti enough atau dan facere yang berarti to do atau melakukan. Jadi, produk atau jasa yang bisa memuaskan adalah produk dan jasa yang sanggup memberikan sesuatu yang dicari oleh konsumen sampai pada tingkat cukup.
Dalam konteks teori consumer behavior, kepuasan lebih banyak didefinisikan dari perspektif pengalaman konsumen setelah mengkonsumsi atau menggunakan suatu produk atau jasa. Salah satu definisinya, seperti yang dikemukakan oleh Richard Oliver : “Kepuasan adalah respon pemenuhan dari konsumen bahwa produk atau pelayanan telah memberikan tingkat kenikmatan dimana tingkat pemenuhan ini bisa lebih atau kurang”.
Kalau definisi mengenai kepuasan terus dikupas, rasanya menjadi semakin tidak relevan bagi praktisi. Bagi saya pribadi, saya lebih menyukai untuk mendefinisikan kepuasan sebagai persepsi terhadap produk atau jasa yang telah memenuhi harapannya. Karena itu, pelanggan tidak akan puas apabila pelanggan persepsi bahwa harapannya belum terpenuhi. Pelanggan akan merasa puas jika persepsinya sama atau lebih dari yang diharapkan.
Dari hal ini terlihat bahwa yang penting adalah persepsi dan bukan aktual. Jadi, bisa terjadi bahwa secara aktual, suatu produk mempunyai potensi untuk memenuhi harapan pelanggan tetapi ternyata hasil dari persepsi pelanggan tidak sama dengan yang diinginkan oleh produsen. Ini bisa terjadi karena adanya gap dalam komunikasi.
Kedua, kepuasan pelanggan sangat bergantung pada harapan pelanggan. Oleh karena itu, strategi kepuasan pelanggan haruslah didahului dengan pengetahuan yang detail dan akurat terhadap harapan pelanggan. Harapan pelanggan, kadang-kadang dapat dikontrol oleh perusahaan. Yang lebih sering, produsen tidak mampu mengontrol harapan mereka. Inilah yang membuat kepuasan pelanggan menjadi dinamis.
Yang perlu dicatat, kepuasan pelanggan adalah hasil akumulasi dari konsumen atau pelanggan dalam menggunakan produk atau jasa. Oleh karena itu, setiap transaksi atau pengalaman baru, akan memberikan pengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Dengan demikian, kepuasan pelanggan mempunyai dimensi waktu karena hasil akumulasi. Karena itu, siapapun yang terlibat dalam urusan kepuasan pelanggan, ia telah melibatkan diri dalam urusan jangka panjang. Upaya memuaskan pelanggan adalah pengalaman panjang yang tidak mengenal batas akhir.

2. DIMENSI KUALITAS PELAYANAN REABILITY
Kepuasan pelanggan terhadap pelayanan juga ditentukan oleh dimensi reability, yaitu dimensi yang mengukur kehandalan dari perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggannya. Dibandingkan dengan 4 dimensi kualitas pelayanan lainnya, yaitu responsiveness, assurance, empathy, dan tangible. Dimensi ini sering dipersepsi paling penting bagi pelanggan dari berbagai industri jasa.
Ada aspek dari dimensi ini. Pertama adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan seperti yang dijanjikan. Kedua adalah seberapa jauh suatu perusahaan mampu memberikan pelayanan yang akurat atau tidak ada error.
Dari hasil kliping yang saya lakukan diberbagai harian surat kabar selama 6 bulan terakhir ini, ternyata sekitar 60% dari keluhan konsumen berasal dari ketidakpuasan terhadap perusahaan yang berhubungan dengan dimensi reliability. Konsumen mengeluh karena perusahaan tidak menepati janjinya atau melakukan kesalahan dalam memberikan pelayanan.
Sebuah bank dikatakan tidak “reliable” kalau petugas teller-nya melakukan kesalahan dalam mentransfer jumlah uang yang diminta nasabah. Nasabah meminta untuk mentransfer sebesar Rp 1 juta, tetapi karena kesalahan dari petugas teller, maka jumlah yang ditransferkan adalah sebesar Rp 500.000,00 saja. Nasabah mengeluh karena kartu ATM yang dijanjikan selama 1 minggu ternyata tidak kunjung tiba.
Sebuah supermarket dikatakan tidak reliable atau tidak dapat dihandalkan kalau salah menghitung jumlah yang harus dibayar oleh pelanggannya. Kantor Pos dikatakan pelayanannya kurang reliable apabila ternyata tidak mampu mengirimkan surat kiriman ke alamat yang tidak tepat. Seorang pasien mengeluh karena rumah sakitnya sangat ceroboh. Ternyata hasil uji lab yang dikirimkan adalah milik orang lain.
Pemilik mobil akan sangat marah dengan bengkel tempat mobilnya diperbaiki karena setelah perbaikan, ternyata mobilnya rusak lagi. Setelah kembali ke bengkel semula, pemiliki mobil tambah marah karena perbaikan membutuhkan waktu yang lebih lama dari yang dijanjikan. Sekali lagi, banyak konsumen mengeluh karena perusahaan ingkar janji atau karena membuat error.

3. DIMENSI KUALITAS PELAYANAN ASSURANCE
Ada 3 hal besar yang dapat dilakukan perusahaan dalam upaya meningkatkan tingkat reliability. Pertama, adalah pembentukan budaya kerja “errorfree” atau “no mistake”. Top management perlu menyakinkan kepada semua bawahannya bahwa mereka perlu melakukan sesuatu benar 100%, tidak menyebabkan produktivitas turun 1% tetapi bisa lebih dari itu. Kesalahan 1% bisa menurunkan tingkat profitabilitas hingga 5 – 20%.
Kedua, perusahaan perlu mempersiapkan infrastruktur yang memungkinkan perusahaan memberikan pelayanan “no mistake”. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan pelatihan secara terus menerus dan menekankan kerja teamwork. Dengan kerja teamwork, koordinasi antar bagian menjadi lebih baik.
Ketiga, diperlukan tes sebelum suatu layanan diluncurkan benar-benar diluncurkan. Sebelum bank meluncurkan fitur ATM yang baru, maka diperlukan persiapan yang matang.

4. GARANSI KEPADA PELANGGAN
Bayangkan sebuah perusahaan airline memberikan garansi kepada penumpangnya sebagai berikut : “Kami akan memberikan voucher seharga Rp 100.000,00 kepada setiap penumpang apabila ada keterlambatan dalam setiap penerbangan yang digunakan. “Hanya saja, syaratnya, apabila keterlambatan terjadi karena cuaca atau keterlambatan yang disebabkan oleh sistem di bandara.
Garansi seperti diatas tidak akan efektif. Penumpang akan mempunyai persepsi bahwa syarat yang diberikan kepada penumpang tidak fair. Kenyataan memang menunjukkan bahwa kedua syarat tersebut memang merupakan 95% dan penyebab keterlambatan airline diseluruh dunia. Bahkan, kepuasan penumpang dengan adanya garansi seperti ini bukannya naik, tetapi mungkin saja malah menurun. Penumpang berpikir bahwa perusahaan tidak sungguh-sungguh atau tidak tulus dalam memberikan pelayanan garansi.
Garansi yang tidak bersyarat mempunyai peluang yang lebih besar untuk sukses. Karena itu, apabila perusahaan tidak yakin apakah mampu memberikan pelayanan seperti yang dijanjikan dalam garansi, lebih baik memilih sesuatu yang sanggup dikontrol dan relatif mempunyai persentase yang tinggi untuk dipenuhi, misalnya sekirat 99%. Perusahaan penerbangan memang tidak bisa mengontrol keterlambatan pesawat, tetapi mereka bisa memberikan garansi pelayanan lainnya seperti dalam hal ticketing, waktu check-in, pelayanan di ruang tunggu dan lain-lain.
Berapa sering pelanggan justru dijengkelkan dengan garansi dan berbagai produk elektronik yang disebabkan terlalu banyak syarat? Sangat sering, pelanggan diminta untuk mengisi form. Pelanggan diminta untuk membubuhkan stempel toko. Pelanggan diminta untuk mengisi dan mengirimkan form. Kemudian sejumlah syarat tertulis dalam form, yaitu perusahaan hanya memberikan garansi dengan kondisi-kondisi khusus. List yang berhubungan dengan kondisi ini, bisa jauh lebih banyak dibandingkan dengan apa yang digaransikan. Tak mengherankan, pelanggan bukannya puas dengan program garansi, tetapi justru dibuat jengkel. Ini adalah faktor yang menyebabkan mengapa banyak yang berani membeli produk elektronik yang tidak bergaransi tetapi harga yang lebih murah.
Syarat kesuksesan garansi kedua adalah mudah dimengerti dan mudah dikomunikasikan kepada pelanggan. Kriteria kesuksesan garansi yang kedua ini sebenarnya juga berhubungan dengan kriteria pertama. Garansi yang tidak bersyarat, juga membuat sebuah garansi mudah dimengerti datau mudah dikomunikasikan.
McDonal’s meluncurkan program garansi 60 detik atau gratis produk tertentu. Ini merupakan contoh garansi yang tidak bersyarat dan mudah dimengerti. Pelanggan di McDonal’s tidak perlu bertanya maksud dan garansi. Sebuah restoran memberikan garansi “Apabila anda tidak puas, maka kami akan berikan discount sebesar 30%”.
Syarat ketiga agar garansi sukses adalah benefit dan garansi tersebut di mata pelanggan. Apakah garansi yang dijanjikan memang memiliki manfaat? Jika tidak, jelas garansi tersebut tidak aka nada gunanya. Mesin fotocopi Xerox dan Canon, memberikan garansi terhadap lamanya seorang mekanik untuk datang ke pelanggan apabila ada panggilan karena kerusakan mesin fotokopi. Ini jelas garansi yang berguna. Mesin fotokopi adalah peralatan kantor yang pemakaiannya setiap hari. Bagi beberapa perusahaan, ada banyak dokumen yang tidak dapat difotokopi di luar karena kerahasiaannya. Oleh karena itu, kecepatan dalam memperbaiki mesin fotokopi yang rusak menjadi faktor penting dalam menentukan kepuasan pelanggan.
Garansi dari McDonal’s yaitu memberikan free untuk produk tertentu apabila pelayanan lebih dari 60 detik, walaupun mudah dimengerti, tetapi saya ragu bahwa ini memiliki benefit dimata pelanggan. Konsumen sudah terbiasa mendapatkan free untuk produk tertentu apabila membeli dalam jumlah yang cukup banyak. Sekarang, mereka akan mendapatkan free untuk pelayanan yang gagal. Saya pribadi melihat garansi ini relatif tidak menarik.
Pelayanan delivery pizza juga sering memberikan garansi. Apabila lebih dari 30 menit atau 45 menit misalnya, maka konsumen bisa mendapatkan pizza tersebut free atau discount. Dimata konsumen, garansi seperti ini ada value-nya. Problem dengan pelayanan delivery adalah kepastian. Mereka menginginkan kepastian, jam berapa pizza akan diantar. Lebih-lebih apabila pizza tersebut untuk makan malam bersama tamu. Ini merupakan contoh garansi yang berguna dan konsumen memberikan value untuk garansi tersebut.
Syarat keempat adalah garansi tersebut mudah dikoleksi. Sebuah perusahaan makanan memberikan garansi bahwa produknya sudah melalui proses kontrol yang ketat. Oleh karena itu, apabila ada problem dengan produk, maka produsen memberikan garansi untuk menggantinya. Untuk mendapatkan garansi ini konsumen harus membawa bukti produk tersebut, bukti pembelian dan datang ke kantor perusahaan. Harga makanan tersebut tidak lebih dari Rp. 10.000,00.
Apabila sungguh-sungguh terjadi dan ada produk yang tidak sesuai, saya yakin sebagian besar tidak akan mengeksekusi garansi tersebut. Sungguh, suatu eksekusi garansi yang tidak nyaman. Seharusnya perusahaan menyediakan akses hot-line yang bebas pulsa. Setelah itu, konsumen boleh mengirim dan tidak perlu datang. Apabila biaya tidak besar, maka ongkos kirim dapat ditanggung oleh perusahaan. Bagaimanakah dengan program garansi perusahaan anda? Apakah memenuhi 4 kriteria diatas?

5. DIMENSI KUALITAS PELAYANAN EMPATHI
Pelanggan dari kelompok menengah atas mempunyai harapan yang tinggi agar perusahaan penyedia jasa mengenal mereka secara pribadi. Perusahaan harus tahu nama mereka kebutuhan mereka secara spesifik dan bila perlu, mengetahui apa yang menjadi hobi dan karakter personal lainnya. Apabila tidak, perusahaan akan kehilangan kesempatan untuk dapat memuaskan mereka dari aspek ini.
Dimensi Empathi adalah dimensi kelima dari kualitas pelayanan. Secara umum, dimensi ini memang dipersepsi kurang penting dibandingkan dimensi Relability dan Responsiveness dimata kebanyakan pelanggan. Studi yang sudah dilakukan Frontier selama beberapa tahun terakhir untuk berbagai industri, mengkonfirmasikan hal ini. Akan tetapi, untuk kelompok pelanggan “The Baves” dimensi ini bisa menjadi dimensi yang paling penting.
Ini sesuai dengan teori perkembangan kebutuhan manusia dari “Maslow”. Pada tingkat semakin tinggi, kebutuhan manusia tidak lagi dengan hal-hal yang primer. Setelah kebutuhan fisik, keamanan dan sosial terpenuhi, maka kebutuhan lagi akan dikejar oleh manusia yaitu kebutuhan ego dan aktualisasi.
Dimensi Empathi adalah dimensi yang memberikan peluang besar untuk memberikan pelayanan yang bersifat “Surprise”. Sesuatu yang tidak diharapkan pelanggan, ternyata diberikan oleh penyedia jasa. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menyenangkan pelanggan. Hal ini misalnya, dapat dilakukan dengan memberikan hadiah saat “anak atau orang tua” pelanggan ulang tahun. Pelayanan yang berempathi akan mudah diciptakan kalau setiap karyawan perusahaan mengerti kebutuhan spesifik pelanggannya dan menyimpan hal ini dalam hatinya.

6. BAYANGKAN ATM TANPA BCA
Keputusan BCA pada dasawarsa 80-an untuk menjadi raja dalam pelayanan ATM sungguh merupakan salah satu pilar yang penting dalam menciptakan kepuasan nasabahnya dikemudian hari. Mereka-mereka yang terlibat dalam keputusan tersebut, patutlah diberikan pujian. BCA memang bukan yang pertama dalam pelayanan ATM pada pertengahan 80-an. Langkah Bank Niaga yang cenderung konservatif saat ini, akhirnya memberikan peluang kepada BCA untuk menjadi leader dalam pelayanan ini.
Jumlah ATM BCA yang sudah mencapai lebih dari 2000 unit, sangat sulit tertandingi sampai hari ini oleh Bank manapun. Bagi Bank-bank lain ini adalah dilemma. Ingin menambah jumlah ATM, biaya investasi relatif mahal atau skala ekonomi tidak tercapai karena jumlah nasabah yang tidak banyak. Karena itu, banyak bank yang kemudian memutuskan untuk menggunakan fasilitas ATM bersama sebagai solusinya.
Strategi BCA untuk segera meluncurkan fasilitas on-line adalah pilar kedua yang benar-benar memberikan dampak besar terhadap kepuasan nasabah hingga hari ini. Tak mengherankan, pada tahun 2001 BCA adalah Bank yang memperoleh ICSA karena mempunyai total kepuasan tertinggi.
Masih ingat dengan Rusb yang terjadi di BCA saat kerusuhan 1998? Banyak nasabah yang menarik uangnya dari BCA sehingga BCA mempunyai problem yang besar. Namun demikian, yang masih menguntungkan adalah ternyata sebagian besar nasabah tidak menutup rekeningnya di BCA. Saat kepercayaan dari nasabah kepada BCA kembali, dengan cepat pula dana kembali dalam rekening BCA. Bahkan satu tahun setelah krisis dana yang dihimpun sudah jauh melampaui dana sebelum krisis.
Kasus BCA ini merupakan contoh yang ideal untuk menjelaskan pentingnya Driver kepuasan pelanggan yang keempat ini. Anda bisa membayangkan BCA tanpa ATM?
Fuji film adalah contoh yang pas. Pemenang ICSA selama tiga tahun berturut-turut setelah ini, selain berupaya untuk menciptakan kepuasan pelanggan melalui kualitas produk juga memberikan kenyamanan dan biaya yang murah untuk mendapatkan pelayanan. Dengan jumlah outlet studio yang mencapai 2000 diseluruh Indonesia, Fuji film dengan mudah ditemukan. Selain itu, biaya untuk mencetak dan mengambil cetakan menjadi murah karena dekat dengan rumah pelanggan.
Cocacola, ice cream Walls dan Sara lee mempunyai banyak pasukan yang berkeliling disatu area, mereka ingin agar pelanggannya merasa nyaman mendapatkan produk mereka. Ongkosnya pun sangatlah murah karena mereka bisa mendapatkan produk ini didepan rumah mereka. Walaupun harga lebih mahal dibandingkan dengan toko, ternyata kepuasan pelanggan bisa terjaga.

7. MENANGANI KELUHAN DENGAN SISTEM
Dari pelanggan yang mempunyai problem, sebagian tidak akan mengajukan komplain. Untuk industri jasa seperti perbankan, asuransi, telekomunikasi, transportasi dan lain-lain. Sekitar 50 - 80% pelanggan tidak akan komplain, angka ini bisa lebih tinggi lagi untuk Consumer Good dimana rata-rata lebih dari 90% dari konsumen tidak akan melakukan komplain.
Maka pelanggan yang mempunyai masalah tidak mengajukan complain? Berdasarkan survei yang dilakukan Frontier, ada 5 alasan yang sering menjadi alasan pelanggan enggan menyatakan keluhannya. Pertama, masalah yang dihadapi relatif tidak penting dan bisa diatasi sendiri. Bagi pelanggan, waktu untuk komplain atau biaya yang harus dikeluarkan dengan melakukan komplain, tidak sebanding dengan manfaat yang akan diperoleh. Oleh karena itu, mereka lebih memilih diam atau berusaha untuk mengatasi sendiri problemnya. Tentunya, pelanggan seperti ini akan merasa tidak puas dan tingkat loyalitasnya relatif rendah.
Alasan kedua adalah karena mereka yakin bahwa perusahaan tidak akan melakukan tindakan apapun atas komplain mereka. Jadi, daripada tambah jengkel mereka lebih memilih diam. Sangat mungkin kemungkinan pelanggan seperti ini akan pindah ke perusahaan lain.
Alasan ketiga adalah mereka tidak tahu cara untuk menyatakan komplain mereka ingin menelepon tidak tahu nomornya. Ingin mengunjungi kantornya tidak tahu dimana lokasinya, alasan ketiga adalah pelanggan tersebut, tidak tahu harus komplain kepada siapa. Apakah kepada Manger atau Front-line? Apakah kepada Departemen Pelayanan atau Departemen Pemasaran? Ini adalah alasan keempat yang membuat pelanggan memilih untuk tidak complain.
Alasan kelima yang dinyatakan pelanggan yang tidak complain adalah mereka lebih memilih untuk menggunakan jasa perusahaan atau jasa pihak ketiga untuk menyelesaikan masalah.
Setelah pelanggan komplain, ada tiga kemungkinan yang terjadi sehubungan dengan tingkat kepuasan mereka. Pelanggan merasa puas karena ada tindakan penyelesaian atas komplain mereka atau pelanggan tetap tidak puas atau kemungkinan ketiga, pelanggan tambah jengkel karena buruknya penanganan komplain.
Dalam penyelesaian complain, ada dua kata kunci yang membuat pelanggan akan puas. Pertama adalah kecepatan penanganan atas komplain dan penyelesaian komplain. Perusahaan-perusahaan yang tidak sadar akan pentingnya Service Recovery atau yang tidak memiliki strategi penanganan komplain, cenderung akan bertindak lambat dan reaktif. Setelah itu, penyelesaian atas komplain juga lambat pula. Pelanggan semakin tidak puas lagi, apabila complain yang mereka ajukan tidak tuntas penyelesaiannya.
Pelanggan yang sudah melalui tahap complain akan menjadi sosok yang berbahaya. Mereka akan meninggalkan perusahaan dan menjadi teroris. Mereka akan menyebarkan Word of Mouth yang negatif dan perusahaan tidak akan mampu untuk mengatasi karena sudah berhenti menjadi pelanggan dan berada diluar sistem. Bukan hanya satu orang bahkan bisa jadi puluhan orang mendengar cerita negatif dari pelanggan ini.
Karena itu, penanganan komplain haruslah serius. Pelanggan yang komplain adalah pelanggan yang masih baik karena minimal masih menjadi pelanggan perusahaan tersebut. Pelanggan yang komplain sebenarnya masih memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk memberikan kepuasan kepada mereka. Dalam beberapa kasus, pelanggan yang komplain sebenarnya sudah mulai menurunkan harapan mereka. Dengan demikian, mengembalikan kepuasan mereka relatif mudah. Tak mengherankan, pelanggan yang paling puas seringkali adalah pelanggan yang pernah punya problem, pernah complain dan pernah merasakan betapa bagusnya perusahaan dalam menyelesaikan komplain mereka.
Penanganan komplain, haruslah melalui satu sistem. Tidak boleh reaktif dan tidak boleh ditangani kasus per kasus. Sistem ini dapat diwujudkan dalam suatu standar layanan penanganan komplain yang sudah disetujui oleh Top Manajer. Dengan demikian, setiap Front-line staf sudah tahu apa yang harus dilakukan apabila ada komplain dari pelanggannya.
Langkah pertama dalam pembuatan sistem ini dimulai dengan mengelompokkan jenis problem yang dihadapi oleh pelanggan. Setiap problem, haruslah jelas petunjuk penyelesaian komplain. Kedua, dalam standar layanan penanganan komplain ini, haruslah jelas, apa yang menjadi tanggung jawab Front-line, Supervisor, Manajer atau bahkan top manajemen. Ketiga, dalam standar layanan ini juga harus jelas service Blueprint atau proses dalam penanganan kompalin. Yang lebih penting, standar layanan ini haruslah terus menerus dikomunikasikan kepada setiap karyawan. Dengan sistem yang jelas, karyawan terutama bagian Front-line merasakan bahwa saat pelanggan komplain adalah saat terbaik memuaskan mereka.

DAFTAR PUSTAKA

10 Prinsip Kepuasan Pelanggan

Handi Irawan D, MBA, MCOM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar